Kepada langit,
Ini surat cinta pertamaku
untukmu. Kamu tahu kan, kalau selama ini aku mencintaimu dengan sungguh-sungguh. Aku
mengucapkannya setiap waktu, aku bahkan pamer pada siapa saja. Katanya, cinta
yang sungguhan, adalah cinta yang tak malu diungkapkan di hadapan dunia. Cinta
yang sungguhan, adalah cinta yang mampu membuatmu menanggalkan semua ego. Dan
hanya ingin semua orang tahu, bahwa kamu mencintainya. Hingga, tak ada yang
berani mencintainya, sebanyak cinta yang kamu punya. Kamu memberinya batasan kepunyaan, ‘dia
milikku’.
Dan langit, ‘kamu itu milikku’.Baiklah, anggaplah
aku posesif.
Aku rasa aku mencintaimu
sejak, sejak aku merasa bahwa kamu menyenangkan. Sejak setiap kali aku bahagia
atau sedih, kamulah yang pertama kali terpikir untuk kusapa. Birumu, mereka melautkan langit.
Mereka pun melautkan aku. Dan ya, kamu diam, kamu hening, kamu mendengarkan
dan kamu menenangkan.Aku memang tak suka warna biru,entah kenapa,tapi aku
suka birumu,hanya birumu.
Kamu tahu, aku suka
warnamu dibeberapa saat
setelah pukul lima sore. Dengan sedikit bercak-bercak awan yang melayang,secoret
warna jingga,dan ungu gelap dibagian bawah. Biasanya, aku akan lari-lari kecil dari kamar menuju jendela hijau di depan, membawa ponselku dan mencoba menangkapmu dengan lensa camera ponsel
seadanya. Ah, terkadang aku ingin beli kamera yang keren itu, hanya untuk menyimpanmu pada sebuah gambar
yang lebih nyata. Tapi lensa mana yang lebih keren dari ke dua mataku? Dengan
ke dua mataku yang bulat besar ini, aku selalu dapat menyimpanmu, di dalam
diriku.
***
Cinta yang hebat, adalah yang menyatu dalam senyum dan tawamu. Mereka melebur dalam dirimu. – Wann’s
Cinta yang hebat, adalah yang menyatu dalam senyum dan tawamu. Mereka melebur dalam dirimu. – Wann’s
Hey langit !
Oh come on, kenapa aku bisa secinta ini padamu? Kenapa aku selalu terpana setiap kali
menatapmu, bahkan tanpa perlu lekat-lekat. Mungkin ini, adalah satu-satunya cinta pada
pandangan pertama yang kupercaya ada di dunia. Kamu tahu kan manusia, aku tidak
suka mereka yang sering menilai apa-apa dari bungkusnya.
Mereka merendahkan isi. Mereka kerap menilai terlalu dini. Dan aku, kamu tahu
aku kan, aku adalah pribadi yang tidak ingin repot-repot mencitrakan diriku
untuk dicintai oleh cinta yang hobinya mengelupas kulit-kulit permukaan pada
diri seseorang. Itu mengapa, aku tidak pernah percaya cinta pada pandangan
pertama antar manusia.Setidaknya,
sampai saat ini.
Kamu tahu langit, semua orang bilang Tuhan
ada di atas sana.Walau aku tau
sebenarnya itu tak benar,namun entah kenapa aku selalu
percaya kau bersahabat dekat denganNya. Itu kenapa setiap kali memandangmu aku
tak takut berharap. Kau, bukan cinta yang membuatku mengharap terlalu tinggi
lalu takut jatuh tersungkur di suatu hari.Kau, memiliki
kepercayaanku secara utuh. Keberanian untuk mencintai.
Kau tahu, biasanya ketika
aku mendapatkan hari yang begitu buruk, aku akan memandangmu lalu hatiku akan
bilang;
“Lihat wan, dengan kau berada di
bawah biru atap dunia ini, bagaimana mungkin Tuhan tak melihatmu yang tengah
kesulitan. Semua akan baik baik saja. Karena kamu, kamu tidak pernah luput dari
perhatianNya.” Dan seperti
sebuah keajaiban, aku pun akan merasa baikan setelahnya.
Bagiku, cinta yang baik itu penyembuh. Mereka
yang bisa membuatmu merasa baik-baik saja di tengah hari
yang teramat membosankan. Mereka yang akan dengan setia ramah mendengarkanmu ketika semua orang tengah menyebalkan. Ya, bagiku kau punya
itu. Kau, selalu baik padaku langit. Kau pun baik pada bintang bintang, kau
beri mereka kesempatan untuk benderang. Kau bahkan membiarkan awan-awan menangis sesuka
hatinya, membuatmu sering tertutup gumpalan abu-abu sepanjang musim
penghujan. Kau, yang melautkan langit, dan kau pun yang mengairi lautan. Kau
begitu baik.
Dan hey langit,
Kamu itu juga seperti atap. Bukan
hanya atap yang melindungi. Kau atap yang mengajarkan. Kau memperlihatkan
padaku bahwa dunia ini ada dalam dua sisi, selalu ada gelap dan terang. Dan bahwa
tak ada gelap yang sanggup berlangsung selamanya dan tak ada pula terang yang
mampu bertahan selamanya.
Seperti tidak akan ada
sedih yang mampu menetap selamanya dalam hidup, begitu pun tidak ada bahagia
yang bisa kamu dekap sepanjang hidupmu. Hidup ini bagiku bukan roda seperti
kepercayaan orang kebanyakan. Bagiku hidup ini adalah tentang gelap dan terang
yang terus mengganti harinya.
Kita, hanya tengah saling
bergantian mendapatkan sinar. Kita pun hanya tengah bergantian menjalani malam.
Dan bukankah malam, mereka pun mampu indah karena
ada bintang. Jadi apa yang perlu lagi dikhawatirkan? Tuhan, selalu
tahu apa yang kamu butuhkan. Hal-hal yang pada “akhirnya” akan membuatmu
bahagia.
Kau mengajarkan padaku,
bahwa sinar, mereka menjadi lebih berarti ketika aku tengah berada dalam
kegelapan. Ya, kau menceritakannya lewat bintang-bintang itu. Seperti hal-hal kecil baik dalam
hidup. Mereka yang ketika bahagia, kau bahkan tak sanggup melihatnya.
Darimu aku pun
memahami, bahwa bahagia dan sedih, bukan hal yang bisa jatuh begitu saja dalam
hidupmu, mereka adalah hal yang harus kamu percayai ada.
Kamu percaya kamu tengah bahagia
apa pun keadaanmu, maka kamu akan menjadi manusia yang penuh syukur. Tetapi
ketika kamu percaya hidupmu menyedihkan, maka kamu akan menjadi manusia yang
lekat dengan ratapan, bahkan ketika kamu bukan seorang yang tengah dekat dengan
kelaparan.
Dan langit, aku (akan) mencintaimu. Selalu.
Bahkan tanpa perlu kau
cintai kembali J
Yang mencintaimu dengan
sungguh-sungguh,
Wann
Ps: Suatu hari kelak
Tuhan, akan mengirimkan padaku orang, yang (berani)
mencintaiku dengan sungguh-sungguh.
No comments:
Post a Comment